Minggu, 09 Januari 2011

Kembang…Syair Terakhir Untukmu! (Episode Cinta Rangkat #72)

Kembang…Syair Terakhir Untukmu! (Episode Cinta Rangkat #72)
Reynando Ardiansyah Zulkarnaen
Dalam Gemericik Sungai Rangkat. Di atas bebatuan, Penyair Jalanan Termenung sendiri. Merasakan hati yang membuncah. Peperangan batin yang terus menggebu – gebu membuat dia semakin sedih. Cinta yang selalu diagungkan sebagai sebuah keindahan yang tak tergantikan kini telah ternoda…
Kembang… entah kenapa selalu dengan kembang ia terluka. Sebelum menetap di desa Rangkat, ia menjadi gila juga karena kembang.
“Ach.. kembang… Harummu menyayat kalbu !”gumam Penyair dengan tetesan matanya yang mengalir lembut di pipinya.
~~ooO0Ooo~~
Aliran sungai rangkat yang bening. Kupu – kupu terbang kesana kemari dengan corak warna yang anggun dan menawan. Dedaunan hijau. Dan serpihan – serpihan air terjun memantulkan cahaya mentari menjadi sebuah pelangi.
Udara segar yang tercipta dari makhluk – makhluk Tuhan yang bertasbih, berhembus semilir menerpa wajah penyair dengan lembutnya. Perlahan… Ia menghirup nafas dalam – dalam dan mensyukurinya sebagai suatu nikmat yang tak tergantikan.
~~ooO0Ooo~~
Di batu besar…. dimana dibawah mengalir air sungai rangkat yang bening dan berenang bermacam – macam ikan, penyair mencurahkan isi hati kepada Tuhan tentang kegalauan hatinya yang selama ini ia rasakan.
Ya Tuhan… Kaulah yang menciptakan semua keindahan. Kau pula yang menghadiahkan sebuah keindahan. Dan Kaulah yang menghadiahkan Cinta sebagai sebuah keindahan yang terindah. Tapi kenapa keindahan cinta yang kau hadiahkan pada hamba  membuat luka dan lara yang tersemat dalam palung hati ?
Ya Tuhan… Kau ciptakan Rahasia di dalam Rahasia. Kau pula Memberi apa yang Hamba butuhkan bukan hamba inginkan. Dan Kau pulalah yang membuka Tabir kebenaran Cinta Sejati. Maka.. segerakanlah Kau ungkapkan Rahasia di dalam Rahasia-MU. Segerakanlah Kau Berikan apa yang Hamba Butuhkan. Dan segerakanlah Kau buka Tabir kebenaran Cinta Sejati untuk Hamba…….” lelehan air mata yang mengalir diantara pipinya, kini menjadi gerimis dalam hati. Gerimis yang menyirami kekeringan hati.
~~ooO0Ooo~~
Suara nyanyian alam yang syahdu dan merdu, mencoba mengusap lelehan air mata dan gerimis hati Penyair Jalanan yang terus mengguyur. Ketika air matanya berhenti, ia mengambil buku catatan yang selalu di bawanya dan menuliskan sebuah puisi. Tentang rasa cinta, tentang sebuah asa, tentang sebuah impian, tentang sebuah masa depan.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Segenap rasa aku curahkan
Segenap cinta aku dendangkan
Segenap jiwa aku lakukan
Segenap hati aku torehkan
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Untukmu Wahai Bunga dalam Lagu
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sengaja ku jadikan air sebagai saksi bisu
Tentang retaknya bahtera yang ku buat
Dari rasa cinta kepadamu
Wahai Bungaku
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sengaja ku jadikan batu sebagai penopangku
Pilar – pilar yang runtuh
Ambruk berkeping – keping
Menjalar dan menebar virus dalam kalbu
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sengaja pula ku jadikan pelangi sebagai pengindahku
Karena cinta ini tak seindah dulu
Tak seperti kuncup bunga mawar melati
Mekar di pekarangan kalbu
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sungguh hancur hatiku
Kala kau pilih Dia dan Dia
Sebagai pengindah cintamu
Sebagai Kuncup yang mekar di pekarangan kalbu
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Wahai ikan…
Kau dengar kan Tentang Asaku ?
Kau dengar kan Tentang Mimpiku ?
Kau dengar kan Tentang inginku ?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tolong sampaikanlah padanya…
Wahai Ikan..
Tentang Asaku
Tentang Mimpiku
Tentang Inginku
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dan Bersama Air
Berenanglah, sampaikan salam Cinta
Yang tak berbalas Indah
Kini Menjadi hamparan samudera
Mengering, tanpa suatu Keindahan Yang Terindah
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Dengan sedikit senyum sungging menahan kepedihan yang ada,ia menutup buku catatannya dan menyimpan bait – bait itu sendiri. Agar ia menjadi saksi bahwa ia pernah mencintai Kembang yang harum dan menjadi Syair Terakhir untuknya.
Indah nian langit biru. Dengan matahari condong ke ufuk barat dan cahyanya melukiskan guratan – guratan pena sang Pencipta Alam. Tampak ia masih duduk menikmati suasana sore itu dan bermain – main di sungai Rangkat. Bagai anak kecil yang tanpa beban. Tanpa tangisan. Tanpa kesedihan…. tenang setenang suasana sungai Rangkat…

Tags: desarangkat, kalbu, desarangkat:episodecinta, desa rangkat : episode cinta, desarangkat, syair, desarangkat : episodecinta

2 komentar:

Ade Supriadi mengatakan...

bloggg bagus...........

Ade Supriadi mengatakan...

bloggg bagus...........