Oleh: Ramdhani Nur
Suatu saat di dalam bis kota, saya tidak ingat kapan, tapi saya menyukai kejadian dan pembicaraan yang berlangsung dengan seorang penumpang di sebelah saya. Lelaki baya kantoran yang berkaca mata. Dalam pandangan saya dia adalah seorang nasionalis yang menggebu ketika perbincangan bergulat seputar kondisi negara dan pemerintahan saat ini.
“Kalau anda cukup kesempatan dan kedudukan, jadilah koruptor!” begitu kira-kira yang dia ucapkan selepas membaca headline di koran yang saya bawa. “Sial-sialnya anda akan tertangkap dan dihukum 10 tahun penjara. Tunggu saja beberapa tahun, anda akan bebas dan ada kemungkinan malah lepas dari predikat koruptor. Plus harta anda tak kan banyak berkurang.”
Saya tertawa mendehem.
“Saya lebih suka jadi jaksa kalau memungkinkan,” lanjut saya berseloroh.
“Oh… jangan! Jaksa itu jabatan mulia. Dalam konstalasi hitam dan putih, jaksa itu golongan yang putih. Dia membela kepentingan dan keadilan masyarakan. Kalau mau jadi bajingan ya bajingan saja jangan jadi malaikat yang bajingan. Hahaha!”
Saya ikut tertawa. Mungkin juga penumpang lain yang sempat mendengar.
“Lebih baik jadi polisi!” katanya kemudian.
“Dia bajingan atau malaikat?”
“Mereka itu manusia seperti kita. Bisa melihat hitam dan putih, bisa menjadi malaikat dan bajingan. Mereka cuma mencari penghidupan yang layak dalam isntitusi mereka.”
“Jadi mereka selama ini miskin-miskin?”
“Ya, makanya mereka sibuk menggendutkan rekening mereka.”
Tawa kembali pecah. Hampir lima belas menit kami berbincang dan sepertinya dia menikmati betul kehangatan percakapan ini. Sampai-sampai halte yang dia tuju pun hampir terlewat. Dengan tersenyum dan aura semangat yang tersisa dia kemudian turun.
“Jadilah koruptor!” salamnya sebelum benar-benar turun.
Lima menit setelah bis benar-benar melaju, saya baru berani mengeluarkan tangan saya yang saya tutupi koran sejak tadi. Sebuah dompet kulit coklat lengket di genggaman. Uang tunai 420.000 rupiah, beberapa kartu identitas dan atm tersangkut di dalamnya. Yah lumayan untuk satu hari itu. Satu hari yang berkesan
Ah, maaf Pak! Saya belum bisa jadi koruptor.
Cirebon, 26 Agustus 2010
Dapat juga dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar